Voicejurnalis.com – Jagat media sosial kembali digegerkan dengan munculnya sejumlah akun komunitas di Facebook yang mengusung nama “Fantasi Sedarah”. Akun-akun ini diduga menjadi ruang diskusi yang membahas konten menyimpang berupa fantasi seksual bertema hubungan sedarah atau inses, yang jelas bertentangan dengan norma agama, hukum, dan moral di Indonesia.
Kemunculan komunitas ini pertama kali terungkap lewat unggahan warganet yang tak sengaja menemukan grup tertutup dengan nama mengundang kontroversi tersebut. Setelah ditelusuri, grup-grup serupa ternyata berjumlah puluhan, dan sebagian di antaranya telah memiliki ribuan anggota aktif.
Reaksi publik pun keras dan penuh kecaman. Banyak netizen meluapkan kemarahannya melalui platform lain seperti Twitter dan Instagram, sembari menandai akun resmi Facebook Indonesia. Mereka mempertanyakan lemahnya pengawasan konten oleh pihak platform dan mendesak agar komunitas-komunitas itu segera diblokir.
Pakar psikologi dan pemerhati media digital menilai keberadaan grup tersebut sangat meresahkan dan berpotensi menormalisasi perilaku menyimpang di ruang digital. “Meski hanya disebut sebagai ‘fantasi’, jika dibiarkan, hal ini bisa membentuk persepsi publik yang keliru dan merusak moral masyarakat,” ujar Dr. Siti Nur Aisyah.
Menanggapi keresahan tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan tengah melakukan koordinasi dengan pihak Meta selaku pemilik Facebook. Kominfo juga meminta masyarakat untuk aktif melaporkan akun-akun mencurigakan dan tidak ikut menyebarkan kontennya.
“Kominfo tidak akan mentoleransi adanya akun atau komunitas yang menyebarkan nilai-nilai menyimpang, termasuk yang berkaitan dengan inses, meski dikemas sebagai ‘fantasi’. Kami sudah mengirim permintaan resmi kepada Meta untuk menindaklanjuti,” ungkap Juru Bicara Kominfo dalam pernyataan resminya.
Selain itu, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menyebut bahwa pihaknya membuka peluang untuk menelusuri lebih lanjut keterlibatan para admin atau anggota aktif grup jika ditemukan unsur pelanggaran hukum, seperti penyebaran konten pornografi atau eksploitasi seksual.
Fenomena ini kembali menjadi alarm bagi pentingnya literasi digital dan pengawasan ketat terhadap ruang-ruang daring. Media sosial yang seharusnya menjadi tempat berbagi informasi dan berjejaring secara sehat, kini berisiko menjadi sarang penyimpangan jika tidak diawasi dengan seksama oleh semua pihak.