OPINI  

Demokrasi Ala Aristoteles

Oleh: Harissuddin Hakiki

Voicejurnalis.com – Istilah demokrasi menjadi hal yang lumrah untuk dibicarakan dan dibahas dikalangan masyarakat, hal ini menjadi konsumsi bersama untuk melihat fenomena ini lebih luas.

Demokrasi merupakan system pemerintahan yang merujuk pada kekuasaan politik, yang menekankan kekuasaannya berada di tangan rakyat. Namun, sebelum lebih lanjut dikemukakan untuk dibahas penulis mencoba memberikan asal usul (etimologi) dari demokrasi.

Secara asal usul (etimologi) demokrasi berasal dari Bahasa Yunani yaitu Demos (rakyat) dan Cratein (memerintah). Dengan demikian bahwa demokrasi merupakan suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat (of the people for the people and by the people).

Dalam konteks ini, demokrasi bukan hanya sekedar konsepsi belaka melainkan sebuah system yang berfokus untuk mengatur kekuasaan berjalannya sebuah negara.

Demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang telah ada sejak zaman Yunani kuno dan menjadi salah satu konsep politik yang banyak dibahas dalam ilmu politik.

Aristoteles (384-322SM), seorang filsuf besar Yunani, memberikan pandangan dan analisis yang mendalam tentang demokrasi dalam karya monumentalnya, Politika (Politics).

Pemikiran Aristoteles tentang demokrasi tidak hanya membahas struktur pemerintahan, tetapi juga menyoroti sifat dan potensi bahaya yang dapat muncul dalam praktik demokrasi. Dengan memahami pandangan Aristoteles, maka kita dapat memperoleh perspektif historis sekaligus kritis mengenai konsep demokrasi yang masih relevan hingga saat ini.

Pandangan Aristoteles tentang demokrasi yaitu bentuk pemerintahan di mana kekuasaan dipegang oleh rakyat banyak, khususnya kelas bawah atau mayoritas dalam masyarakat.

Dalam klasifikasinya, Aristoteles membedakan antara pemerintahan yang baik (benar) dan penyimpangan dari pemerintahan itu.

Demokrasi termasuk dalam jenis pemerintahan yang penyimpang apabila dijalankan semata-mata untuk kepentingan mayoritas tanpa memperhatikan kesejahteraan seluruh masyarakat.

Konotasi “demokrasi” menurut Aristoteles berbeda dibandingkan dengan pemahaman modern, ia berpendapat bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh orang-orang miskin atau mayoritas rakyat, yang berpotensi melakukan tindakan yang tidak adil terhadap minoritas yang kaya.

Dalam konteks ini, demokrasi berlawanan dengan oligarki, yang merupakan pemerintahan oleh segelintir orang kaya. Maksud dari Aristoteles yaitu kekuasaan yang diperoleh dari rakyat (miskin, kaya, mayoritas atau minoritas) tidak boleh menggunakan kekuasaannya untuk menindas atau berlaku tidak adil kepada siapapun.

Sejalan dengan hal itu Aristoteles memberikan ciri-ciri demokrasi.

Pertama, pemerintahan oleh mayoritas dimana demokrasi harus melibatkan kekuasaan yang dipegang oleh mayoritas rakyat khususnya kelas ekonomi bawah.

Kedua, prinsip kesetaraan dan kebebasan demokrasi ini menekankan pada kebebasan politik dan kesetaraan diantara warga negara, terutama dalam pengambilan keputusan politik.

Ketiga, potensi ketidakadilan, karena kekuasaan berada di tangan mayoritas, demokrasi berpotensi menjadi tirani mayoritas yang mengabaikan hak minoritas.
Keempat, pemerintahan berdasarkan kepentingan rakyat banyak maksudnya pemerintahan dijalankan demi kepentingan mayoritas, yang bisa jadi tidak selalu mencerminkan kepentingan keseluruhan masyarakat.

Dalam prakteknya, demokrasi tidak lagi sesuai yang diharapkan, maka dari itu aritoteles memberikan kritikan terkait demokrasi yaitu cenderung pada bahaya “tirani mayoritas” artinya mayoritas rakyat menggunakan kekuasaan mereka untuk menindas minoritas dan memperjuangkan kepentingan sendiri tanpa memperhatikan keadilan dan keseimbangan sosial hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan kerusakan tatanan sosial.

Untuk meminimalisir kerusakan demokrasi yang hampir menjauh dari rule nya maka Aristoteles mengusulkan konsep “politeia” yaitu sebuah bentuk pemerintahan yang menggabungkan unsur demokrasi dan oligarki.
Artinya Aristoteles menginginkan kekuasaan dibagi secara proposional antara kelas kaya dan rakyat banyak, sehingga output nya menciptakan keseimbangan dan mencegah dominasi satu kelompok tertentu.

Dalam paparan diatas, menimbulkan sebuah pertanyaan apakah ada relevansi demokrasi ala Aristoteles dengan demokrasi modern? Tentu penulis mengatakan “ada relevansinya”. Hal ini selaras dengan pemikiran Aristoteles yang mengatakan bahwa tirani mayoritas menjadi perhatian utama dalam desain sistem demokrasi saat ini, di mana perlindungan hak-hak minoritas dan prinsip keadilan sosial menjadi fokus penting.

Konsep pemerintahan campuran Aristoteles juga menginspirasi sistem checks and balances yang diterapkan di banyak negara untuk menjaga keseimbangan kekuasaan.

Dengan demikian, Aristoteles memandang bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan di mana rakyat banyak memegang kekuasaan, dengan ciri kebebasan dan kesetaraan, namun berisiko menjadi tirani mayoritas jika tidak dijalankan dengan prinsip keadilan. Pemikirannya memberikan landasan penting dalam kajian politik untuk membangun sistem demokrasi yang adil dan stabil.

Referensi
Aristoteles. (1998). Politics (B. Jowett, Trans.). Dover Publications. (Original work published ca. 350 B.C.E.)
Dahl, R. A. (1989). Democracy and Its Critics. Yale University Press.
Klosko, G. (2006). The Development of Plato’s Political Theory. Routledge.
Skinner, Q. (1978). The Foundations of Modern Political Thought. Cambridge University Press

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *